Jangan pernah menganggap cacingan pada anak adalah hal yang biasa. Walau terlihat tidak berbahaya, tapi ternyata dapat berakibat buruk seperti menganggu pertumbuhan dan kecerdasan anak.
CACINGAN adalah penyakit yang ‘bersahabat’ dengan anak-anak. Itulah sebagian besar anggapan masyarakat terhadap penyakit yang satu ini. Pemikiran seperti itu timbul karena memang cacingan sering ditemukan pada anak. Sayangnya karena anggapan yang keliru seperti itu membuat masyarakat kurang memberikan perhatian lebih serius terhadap cacingan pada anak.
Penyakit cacingan biasanya menyerang anak pada usia satu hingga dua belas tahun. Itu dikarenakan pada usia tersebut anak mulai lebih aktif bergerak dan berinteraksi dengan lingkungannya melalui permainan sehingga risiko masuknya hewan parasit pada tubuh anak lebih besar. Saat anak mulai bisa berjalan biasanya ingin banyak main di tempat yang bebas, seperti bermain tanah, dan makan jajanan yang tidak higienis. Dengan demikian, sangat mudah sekali bagi cacing untuk masuk dalam tubuh anak apalagi disertai dengan tingkat pengawasan orang tua yang rendah.
Cacing dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara sesuai dengan jenisnya. Jenis cacing yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia adalah cacing usus. Jenis cacing usus sendiri ada empat macam, yaitu cacing kremi, cacing gelang, cacing cambuk, dan cacing tambang.
Cacing pada umumnya masuk melalui mulut dan makanan. Pada cacing gelang, cacing cambuk, dan cacing kremi, dapat masuk ke dalam tubuh anak, yaitu melalui telur cacing yang menempel pada makanan dan terbawa masuk melalui mulut, sedangkan cacing tambang dapat masuk ke dalam tubuh anak yang lebih besar dengan cara larvanya yang hidup aktif di tanah dapat menembus kulit.
Sebenarnya tanda anak terkena cacingan dapat dikenali dengan mudah, yaitu dengan melihat berat badan dan tinggi badan berdasarkan usianya. Selain mengenali gejala cacingan melalui pengamatan berat badan dan tinggi badan berdasarkan Kartu Menuju Sehat (KMS), juga terlihat pada mudah patahnya rambut, letih, lesu, perut buncit, dan gatal pada bagian dubur / anus yang biasanya terjadi pada malam hari.
Cacingan memiliki banyak efek. Penyumbatan di usus dapat mengganggu penyerapan makanan bahkan bisa terjadi pelumpuhan usus sementara. Selain itu hisapan setiap satu ekor cacing tambang mampu menyerap 0,05 cc darah penderitanya sehingga sangat mungkin terjadi anemia (kekurangan sel darah merah).
Cacingan juga dapat mengganggu pertumbuhan dan kecerdasan anak. Anak yang terkena cacingan akan mengalami gangguan gizi yang disebabkan oleh terganggunya proses penyerapan mineral, protein, dan zat lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel-sel saraf terutama di otak.
Bahkan, cacingan juga disinyalir mampu menghambat proses vaksinasi dalam tubuh balita. Jika seorang ibu memiliki penyakit cacingan yang akut, setelah anak lahir, antibodi dalam tubuh anak akan merespon dan menolak benda asing lain yang masuk dalam tubuhnya, salah satunya adalah vaksin.
Sebenarnya banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah cacingan. Pemerintah telah turun tangan untuk membantu masalah ini dengan program pencegahan penyakit cacingan setiap enam bulan. Program itu dilakukan oleh Yayasan Kusumabuana bekerja sama dengan Sudinkes (Suku Dinas Kesehatan), melalui program survei pada anak SD, memasukkan kurikulum hidup sehat dalam pendidikan, dan pemberian obat cacing.
Upaya pemerintah tidak akan memberikan banyak pengaruh jika setiap keluarga tidak memberikan kontribusinya dengan mulai dari hidup bersih pada diri sendiri, yaitu dengan memperhatikan kebiasaan cuci tangan sebelum makan, potong kuku, menggunakan alas kaki jika bermain di tanah, dan tidak jajan di sembarang tempat. Hal-hal tersebut jika tidak diperhatikan sangat berpotensial sekali mengakibatkan cacingan.
Untuk anak yang cacingannya adalah cacing kremi, penting pula untuk memberikan obat cacing pada seluruh keluarga enam bulan sekali karena bila satu orang terkena cacing kremi bisa dengan mudah menularkan pada orang lain yang tinggal serumah dengannya. Cacing kremi sangat mudah menular karena telur cacing itu banyak bersarang pada daerah lipatan anus yang akan mudah jatuh atau terbawa angin dan masuk ke tubuh orang lain. Biasanya cacing kremi akan keluar dan bertelur pada malam hari, itulah mengapa anak yang cacingan kremi bila tidur harus menggunakan celana piyama dan jangan sampai menggaruk-garuk daerah sekitar anusnya.
Ada dua jenis obat yang biasa untuk mengatasi cacingan, yaitu pirantel pamoat dan albendazole. Pirantel pamoat adalah obat yang memberikan efek kelumpuhan pada cacing sehingga cacing akan mati dan dikeluarkan bersama kotoran. Albendazole bersifat menghambat proses pengambilan glukosa (zat gula dalam darah) oleh cacing sehingga menurunlah kemampuan hidupnya, tetapi cacing dapat tetap ‘berjalan-jalan’ di dalam tubuh. Dampak yang paling berbahaya adalah jika cacing masuk ke dalam saluran napas dan membuat sumbatan sehingga orang tersebut akan mengalami kesulitan bernapas. Itulah mengapa pemberian albendazole tidak dianjurkan untuk anak-anak.
Sumber : Dr. Agnes Kurniawan, PhD, SpParK & Majalah Dokter Kita
0 komentar:
Posting Komentar